Ihsanul Amal (Amal yang baik)
Menghindarkan Manusia dari Kerugian
Saudara-saudara kaum muslimin muslimat rahimaku¬mullah!
Pada
saat yang berbahagia ini patutlah kiranya bagi kita untuk benar-benar
bersyukur dengan merendahkan diri kita kepada Allah swt., karena hanya
dengan karunia Nya kita masih diberi kesempatan berupa umur yang dapat
kita gunakan untuk memperbaiki seluruh amal kita sehari¬hari.
Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad
saw, yang dengan perjuangannya dalam menyampaikan risalah yang dibawanya
kita semua dapat tertunjuki jalan hidup kita, yaitu jalan kebenaran dan
keridhaan-Nya, Islam.
Kaum muslimin muslimat rahimakumullahl
Marilah
kita perbaiki segala amal perbuatan kita, yakni dengan cara
mengihsankan (memperbaiki) seluruh amal perbuatan kita. Amal yang baik
(ahsan) hanya dapat diperoleh dengan cara mengikhlaskan setiap niat kita
hanya semata-mata untuk Allah swt. dan menstandarkan seluruh amal
perbuatan kita hanya sesuai dengan petunjuk yang ada di dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah. Baik amal yang terkait hubungannya langsung dengan Allah
swt., yaitu segala bentuk ibadah mandhah, amal yang terkait dengan
hubungan kita dengan sesama kita, maupun amal yang terkait dengan
lingkungan alam di sekitar kita.
Dengan
ihsanul amal inilah kita bisa mendapat kesempatan emas untuk
mendapatkan pahala yang tiada terbatas dari sisi Allah swt. Dengan
ihsanul amal pula, maka surga yang luasnya seluas langit dan bumi dapat
kita harap¬kan kehadirannya di tengah-tengah kita kelak. Sebagaimana
firman Allah swt. dalam Surat al-Mulk ayat 2 disebutkan bahwa:
Supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih balk amalnya…“
Jelas
sekali bagaimana Allah swt. mewajibkan hamba-Nya untuk terikat dengan
atturan-Nya ketika bertindak dan beraktivitas. Allah swt. tidak
menyebutkan yang terbanyak amalnya, namun yang terbaik amalnya. Jadi
tolok ukur amal perbuatan manusia bukanlah yang terbanyak. Maksudnya,
Allah tidak menilai banyak sedikitnya aktivitas manusia, namun yang
dinilai Allah swt. adalah perbuatan hamba-Nya yang ahsan (baik). Yaitu,
perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata karena Allah swt. dan
dilakukan sesuai dengan hukum syara’
Kaum muslimin muslimat rahimakumullah!
Amatlah
benar jika dikatakan bahwa manusia itu benar-benar berada dalam keadaan
yang merugi. Kecuali orang-orang yang beramal saleh. Beramal saleh
maksudnya adalah beramal sesuai dengan petunjuk-Nya, yaitu petunjuk yang
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sun nah serta diikuti dengan rasa
ikhlas hanya karena Allah swt. dalam melaksanakannya. Allah swt. telah
menjelaskan betapa meruginya manusia yang beraktivitas tidak sesuai
dengan ketentuan¬Nya, dalam Surat al-Ashr ayat 1-3:
“Demi
masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian
melainkan yang beriman, beramal saleh, nasihat-menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasehat-menasehati i supaya menetapi kesabaran.”
Maha
benar Allah dengan segala firman-Nya. Sesungguhnya seluruh manusia itu
benar-benar dalam keadaan yang merugi. Bagaimana tidak dikatakan merugi
jika ternyata dalam waktu 24 jam selama satu hari penuh, kita tidak
mendapatkan apa-apa. Kita hanya mendapatkan kelelahan dan keletihan
saja. Bahkan kelelahannya justru membuahkan dosa. Itu jika masih hanya
dilakukan dalam kurun waktu sehari semalam saja.
Lalu
bagaimana jika ternyata kesia-siaan tersebut kita lakukan di sepanjang
hidup? Di seluruh kesempatan yang telah diberikan Allah? Dalam setiap
napas yang kita hembuskan? Atau dalam setiap detik usia yang telah Allah
berikan? Jika demikian yang terjadi, lalu apa yang kita dapat dan
kehidupan ini? Hanyalah fatamorgana yang tidak menghasilkan kehidupan
yang layak dan baik di akhirat kelak.
Kaum muslimin muslimat rahimakumullah!
Hidup
di dunia ini hanyalah sementara. Semua yang kita hadapi di dunia ini
hanyalah ujian semata. Dunia hendaknya kita jadikan sebagai ladang untuk
mengumpulkan pahala yang kelak akan kita panen hasilnya di akhirat.
Dunia akan benar-benar menjadi ladang yang berpahala jika kita
menanamnya dengan benar, yaitu melakukan segala aktivitas kita ini hanya
sesuai dengan kualifikasi ihsanul areal yang telah ditetapkan oleh
Allah swt. kepada manusia. Jika kita tidak mengahsankan seluruh amal
perbuatan kita, maka sungguh dunia hanya akan menjadi tempat
terkumpulnya dosa. Bukan tempat terkumpulnya pahala yang semestinya dari
hari ke hari kian terkumpul banyak. Sekali lagi patutlah kita ingat
bahwa tujuan dari diciptakannya manusia itu hanya dalam rangka untuk
beribadah kepada Allah swt. semata. Hal ini telah dijelaskan dalam
firman Allah swt. dalam Surat adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan fin dun manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
Maksud
ayat di atas adalah bagi mereka menjadi hamba Allah swt. yang
melaksanakan hukum-hukum-Nya, dan patuh pada apa yang ditetapkan Allah
swt. kepada mereka. (Ibnilann, Al-Fast fi waal-ahwa wa an-Ntha1 3/10).
Kaum muslimin yang dirahmati Allah!
Segala
bentuk perbuatan kita akan bernilai ahsan (baik) dan bernilai ibadah
serta akan mendapatkan pahala jika kita laksanakan sesuai dengan hukum
syara dan ikhlas semata-mata karena Allah swt. Baik perbuatan yang
terkait dengan amalan shalat, puasa, zakat, haji, mendidik anak,
berdagang, bercocok tanam, memasak, mencari ilmu, menyebarkan ilmu,
makan, minum, tidur, berhajat dan segala aktivitas lainnya. Asalkan
seluruh aktivitas tersebut distandarkan dengan hukum syara’ dan disertai
dengan kerelaan hati dalam melaksanakannya maka seluruh bentuk kegiatan
kita di sepanjang hidup kita akan berbuah pahala. Dengan pahala itulah
kita akan merasakan nikmatnya surga. Sungguh, tiada kenikmatan lain yang
lebih indah dan menarik, kecuali kenikmatan dan keindahan surga.
Namun
ketika aktivitas manusia bertentangan dengan hukum syara’, maka
kompensasi untuk mereka adalah dosa. Jika Allah telah menetapkan dosa
baginya, maka tiada kata lain, kecuali nerakalah tempat kembalinya.
Naudzubillah. .Sungguh seburuk-buruk tempat kembali neraka. Tiada
siksaan yang lebih pedih dan keras di dunia ini kecuali siksaan neraka.
Tiada penjaga yang lebih keras dan menakutkan kecuali penjaga pintu
neraka.
Saudara saudariku kaum muslimin rahimakumullah!
Betapa
banyak manusia yang tertipu dengan perbuatannya. Mereka mengira bahwa
perbuatan dirinya telah baik. Mereka juga mengira bahwa seluruh amal
ibadahnya pasti diterima di sisi Allah swt. Padahal perbuatannya sama
sekali tidak sesuai dengan hukum syara’ Bahkan perbuatan itu dilakukan
dengan riya’ dan ujub, tidak dilakukan dengan landasan iman dan
keikhlasan yang sebenar-benar ikhlas. Oleh karena itu, hendaknya kita
selalu mengoreksi amalan perbuatan kita setiap saat, apakah amal
tersebut telah benar-benar sesuai dengan hukum syara ‘ ataukah belum.
Jika belum maka hendaklah semua aktivitas tersebut segera diluruskan
sesuai dengan hukum syara’. Kita juga harus selalu introspeksi din
terhadap kelurusan niat kita dalam menjalankannya. Apakah niat itu
benanbenar kita tujukan hanya untuk Allah swt. Jika belum, maka
bersegeralah untuk meluruskan Mat ini sehingga segala aktivitas kita
benar-benar kita tujukan hanya untuk-Nya semata, yaitu untuk pemilik
seluruh jagad rayaini. Sebagaimana hadis yang telah disampaikan oleh
Rasulullah saw. dan dinukil dari Samrah serta dikeluarkan oleh Imam
Muslim:
“Betapa banyak tukang
ibadah yang bodoh dan be¬tapa banyak orang berilmu yang jahat. Karena
itu, berhati-hati¬la h kalian terhadap orang-orang bodoh dan kalangan
tukang ahli ibadah, dan terhadap orang-orangjahat dari kalangan ulama.
Sesungguhnya keburukan mereka terhadap agama lebih besar daripada
keburukan syaitan”.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Sesungguhnya
seluruh ketetapan tersebut hanya ditujukan untuk kebaikan dan
kemaslahatan manusia itu sendiri. Bukan untuk kepentingan Allah swt.
Justru ketika manusia meninggalkan aturan Allah swt., maka kebinasaan,
kemadharatan, dan bencana yang akan mereka dapat. Sebagaimana komputer,
jika komputer itu dijalankan tidak sesuai dengan aturan pabrik (sebagai
pihak pembuat produk dan tata aturan pemakaiannya), maka bisa dijamin
bahwa komputer tersebut tidak akan bertahan lama.
Begitu
juga dengan amal perbuatan manusia. Jika mereka bertindak bukan di atas
aturan Allah swt. maka perbuatan itu justru akan menimbulkan
kemadharatan bagi manusia itu sendiri. Apalagi jika perbuatan itu
ditujukan untuk mendapatkan semenanjung dan pujian dari orang lain, maka
bisa dipastikan bahwa hubungan di antara manusia hanya akan terbentuk
hubungan yang dilandaskan atas asa kemaslahatan yang semu. Dan di
akhirat mereka tidak akan mendapatkan pahala. Hanya dengan berihsanul
amal maka seluruh aktivitas kita akan membuahkan pahala.
Sumber :
Kumpulan Khotbah yang menggugah oleh Tsary Rafidah
0 comments:
Post a Comment